Lagi iseng aja
Setting: Renne pergi mencari pasar gelap untuk menjual medium naga yang baru saja dicurinya
Ada banyak pejalan kaki di mana-mana, hingga Renne pun tidak punya pilihan lain selain berdesak-desakan dengan mereka. Jika ada banyak orang seperti ini, tentu saja dia tidak akan pernah kekurangan uang. Tapi dia sedang tidak berminat dengan dompet mereka kali ini. Naga brengsek itu telah diam sekarang, dan dia kini telah kembali menjadi seorang profesional yang bekerja sendiri.
Senja baru saja usai, dan ini masih terlalu tanggung untuk dibilang malam. Sulit menemukan para ‘orang-orang belakang’ jika hari belum betul-betul malam – mereka terlalu lihai menyembunyikan diri dalam dunia normal. Tempat seperti itulah yang hanya mungkin ia kunjungi saat ini, yang juga merupakan satu-satunya tempat teraman untuk mencari informasi tentang buruan berikutnya. Tapi untuk saat ini dia hanya ingin mengetahui apa gunanya medium naga. Jika benda itu sangat berharga, pasti harganya bisa menjadi berkali-kali lipat di tangan pembeli yang tepat.
Renne menghentikan sejenak langkahnya, menoleh ke arah lorong gelap yang sepi dan pengap. Ternyata jam kerja ‘dunia bawah’ sudah mulai berlangsung. Dia berbelok dan berjalan masuk ke lorong sempit itu, menghampiri pria idiot berbadan besar. Seorang wanita terus meronta meminta belas kasihannya, tapi pria itu dengan dingin terus menggerayangi tubuhnya.
Renne berhenti melangkah, “Aku merasa amat tersinggung, kawan”.
Pria itu berbalik cepat lantaran paniknya, “Siapa?” katanya dengan suara parau.
“Apakah dia lebih cantik dariku?”
Dia melihat sekilas pada wanita-nya, yang bajunya telah koyak berantakan, lalu membandingkannya dengan Renne, “Tidak, tubuhmu lebih indah manisku”.
Dia memang bukan orang pertama, tapi dia sama saja dengan semua pria idiot yang selalu menatap dirinya dengan jejak air liur yang kentara.
“Lalu?” Renne memancingnya.
“Lalu apa?” dia balik bertanya dengan bodohnya.
Renne memberikan isyarat padanya untuk mendekat, “Penglihatan bisa menipu. Kenapa tidak kau coba terlebih dahulu?”
Pria itu berjalan, meninggalkan sang wanita yang terus berisak tangis. Dia lalu berhenti tepat di hadapan Renne pada jarak di mana Renne bahkan dapat mendengar desah nafasnya. Orang itu hanya terdiam menatap belahan dadanya.
“Rasakan sendiri dengan tanganmu”, Renne tersenyum menyeringai.
Tanpa pikir panjang lagi pria itu melakukannya sesuai kata Renne, dan tanpa pikir panjang pula Renne langsung menghantamnya di tenggorokan. Pria itu bertekuk lutut sambil terbatuk-batuk; Renne berjalan santai mengambil batang kayu yang ada di dekatnya, lalu menghantamkannya keras-keras di bagian belakang lehernya hingga ia jatuh tidak sadarkan diri.
“Apa yang kau lakukan?” suara itu berbaur dengan isak tangis.
Renne beralih ke arah wanita itu.
“Kalau dia sadar, dia akan datang lagi padaku”.
“Pengecut”, Renne berbalik dan mulai melangkah meninggalkannya.
“Kau bodoh! Sok pahlawan!”
“Kau bisa pergi jauh-jauh darinya sekarang. Atau kalau itu maumu, terus saja melacur padanya”, kata Renne acuh, dan terus melangkah pergi.
“Dia pasti akan mencariku! Berpikirlah dulu sebelum bertindak!” raungnya.
Renne menghentikan langkahnya, “Merepotkan”, dia mengambil salah satu pisau lemparnya, “Kalau begitu bunuh saja dia”, lalu membuang pisau itu pada si wanita. “Dan kalau kau masih tidak punya keberanian, bunuh saja dirimu”.
Renne melanjutkan langkahnya, membiarkan wanita itu memutuskan sendiri.
“Kukira kau akan membiarkannya begitu saja”, Lumark berkata langsung ke dalam pikiran Renne.
“Aku memang membiarkannya”, gumam Renne.
“Kau menolongnya”, kata naga itu lagi.
“Tidak ada hubungannya denganmu—katanya kau tidak ingin bertemu lagi denganku?” Renne lalu tersenyum, “Jadi kau hanya bisa membual, berkata bahwa kau akan pergi meninggalkanku. Kau tidak bisa melakukannya, kan?”
“Aku mau tidur lagi”.
Naga itu menghindar, dan sekali lagi Renne pun tersenyum. Tampaknya untuk sementara akan lebih baik tetap menyimpan medium naga itu. Mungkin sedikit memanfaatkannya?
Setting: Renne pergi mencari pasar gelap untuk menjual medium naga yang baru saja dicurinya
Ada banyak pejalan kaki di mana-mana, hingga Renne pun tidak punya pilihan lain selain berdesak-desakan dengan mereka. Jika ada banyak orang seperti ini, tentu saja dia tidak akan pernah kekurangan uang. Tapi dia sedang tidak berminat dengan dompet mereka kali ini. Naga brengsek itu telah diam sekarang, dan dia kini telah kembali menjadi seorang profesional yang bekerja sendiri.
Senja baru saja usai, dan ini masih terlalu tanggung untuk dibilang malam. Sulit menemukan para ‘orang-orang belakang’ jika hari belum betul-betul malam – mereka terlalu lihai menyembunyikan diri dalam dunia normal. Tempat seperti itulah yang hanya mungkin ia kunjungi saat ini, yang juga merupakan satu-satunya tempat teraman untuk mencari informasi tentang buruan berikutnya. Tapi untuk saat ini dia hanya ingin mengetahui apa gunanya medium naga. Jika benda itu sangat berharga, pasti harganya bisa menjadi berkali-kali lipat di tangan pembeli yang tepat.
Renne menghentikan sejenak langkahnya, menoleh ke arah lorong gelap yang sepi dan pengap. Ternyata jam kerja ‘dunia bawah’ sudah mulai berlangsung. Dia berbelok dan berjalan masuk ke lorong sempit itu, menghampiri pria idiot berbadan besar. Seorang wanita terus meronta meminta belas kasihannya, tapi pria itu dengan dingin terus menggerayangi tubuhnya.
Renne berhenti melangkah, “Aku merasa amat tersinggung, kawan”.
Pria itu berbalik cepat lantaran paniknya, “Siapa?” katanya dengan suara parau.
“Apakah dia lebih cantik dariku?”
Dia melihat sekilas pada wanita-nya, yang bajunya telah koyak berantakan, lalu membandingkannya dengan Renne, “Tidak, tubuhmu lebih indah manisku”.
Dia memang bukan orang pertama, tapi dia sama saja dengan semua pria idiot yang selalu menatap dirinya dengan jejak air liur yang kentara.
“Lalu?” Renne memancingnya.
“Lalu apa?” dia balik bertanya dengan bodohnya.
Renne memberikan isyarat padanya untuk mendekat, “Penglihatan bisa menipu. Kenapa tidak kau coba terlebih dahulu?”
Pria itu berjalan, meninggalkan sang wanita yang terus berisak tangis. Dia lalu berhenti tepat di hadapan Renne pada jarak di mana Renne bahkan dapat mendengar desah nafasnya. Orang itu hanya terdiam menatap belahan dadanya.
“Rasakan sendiri dengan tanganmu”, Renne tersenyum menyeringai.
Tanpa pikir panjang lagi pria itu melakukannya sesuai kata Renne, dan tanpa pikir panjang pula Renne langsung menghantamnya di tenggorokan. Pria itu bertekuk lutut sambil terbatuk-batuk; Renne berjalan santai mengambil batang kayu yang ada di dekatnya, lalu menghantamkannya keras-keras di bagian belakang lehernya hingga ia jatuh tidak sadarkan diri.
“Apa yang kau lakukan?” suara itu berbaur dengan isak tangis.
Renne beralih ke arah wanita itu.
“Kalau dia sadar, dia akan datang lagi padaku”.
“Pengecut”, Renne berbalik dan mulai melangkah meninggalkannya.
“Kau bodoh! Sok pahlawan!”
“Kau bisa pergi jauh-jauh darinya sekarang. Atau kalau itu maumu, terus saja melacur padanya”, kata Renne acuh, dan terus melangkah pergi.
“Dia pasti akan mencariku! Berpikirlah dulu sebelum bertindak!” raungnya.
Renne menghentikan langkahnya, “Merepotkan”, dia mengambil salah satu pisau lemparnya, “Kalau begitu bunuh saja dia”, lalu membuang pisau itu pada si wanita. “Dan kalau kau masih tidak punya keberanian, bunuh saja dirimu”.
Renne melanjutkan langkahnya, membiarkan wanita itu memutuskan sendiri.
“Kukira kau akan membiarkannya begitu saja”, Lumark berkata langsung ke dalam pikiran Renne.
“Aku memang membiarkannya”, gumam Renne.
“Kau menolongnya”, kata naga itu lagi.
“Tidak ada hubungannya denganmu—katanya kau tidak ingin bertemu lagi denganku?” Renne lalu tersenyum, “Jadi kau hanya bisa membual, berkata bahwa kau akan pergi meninggalkanku. Kau tidak bisa melakukannya, kan?”
“Aku mau tidur lagi”.
Naga itu menghindar, dan sekali lagi Renne pun tersenyum. Tampaknya untuk sementara akan lebih baik tetap menyimpan medium naga itu. Mungkin sedikit memanfaatkannya?